Oleh: M Firman Agasy
Globalisasi sebagai sistem dan tata kelola internasional
telah menghadapi tantangan baru. Seperti yang kita
ketahui, pandemi COVID-19 telah menjadi masalah yang
bisa tak dipungkiri, yang telah merebak pada sistem dan
tatanan global. Pesatnya perkembangan pandemi saat
ini, telah hampir menyeluruh pada negara-negara di
dunia. Pandemi ini telah menyoroti berbagai masalah-
masalah kesehatan dan kemanusiaan negara-negara.
Berbagai langkah telah dilakukan untuk melawan sebagai
upaya memutus rantai penyebaran.
Faktanya pandemi ini tidak hanya telah terjadi dan
mewabah terhadap negara-negara berkembang, yang
notabennya negara yang mempunyai sistem kesehatan
yang buruk. Akan tetapi bahkan China sebagai negara
adikuasapun dengan teknologi dan sistem medis yang
memadai merupakan negara yang telah melaporkan
kasus pertama dan di klaim sebagai negara dimana
pandemi COVID-19 bermula. Tidak hanya China, nagara
super power selevel Amerika Serikat, sekarang telah
kewalahan tatkala dihadapkan dengan pandemi ini.
Masalah Pandemi COVID-19 ini memang menyorot
dunia tidak hanya terhadap sistem kesehatan. belum
lagi sampai saat ini, belum ada yang pasti tentang
munculnya virus ini, sehingga banyak kalangan yang
menganggap dan menilai adanya konspirasi COVID-19.
Salah satunya, teori konspirasi yang cukup esensial dan
mencuat perhatian publik, adalah virus ini dikenal
sebagai bagian dari "program senjata biologi
rahasia" China.
Seorang peneliti dari China - Botao Xiao dan Lei Xiao,
menggagap virus corona merupakan pembunuh baru
yang memungkinkan berasalah dari laboratorium di
Wuhan. Pada teori konspirasi yang berbeda juga muncul
dari pemimpin tertinggi Iran, yang menganggap virus
ini merupakan hasil buatan manusia, yaitu di percaya
dari pemerintah Amerika Serikat.
Terlepas dari masalah konspirasi COVID-19 yang
sampai saat ini masih belum terpecahkan. Eksistensi
COVID-19 justru menyoroti dan berimbas pada tatanan
internasional yang juga mengakibatkan meningkatnya
eskalasi politik global.
Dimana Sejak munculnya pandemi ini, di satu sisi
telah mengemuka komitmen kerjasama yang lebih tinggi
baik di tingkat individu, kelompok masyarakat lokal,
regional dan global. Namun di sisi lain, pola interaksi
konflik terus terjadi di antara negara-negara besar.
Konstelasi Politik AS-China
Amerika Serikat dan China adalah dua negara yang
cukup menunjukkan eskalasi politik akibat COVID-19
ini. Di mulai dari sikap keras Amerika yang mengatakan
bahwa virus ini adalah virus China. sementara China
mala sebaliknya, menganggap bahwa Amerika adalah
negara yang menyebarkan virus corona ini. keduanya
saling memerkuat tuduhan untuk mendominasi klaim
dunia atas keberadaan dan munculnya virus ini.
Kedua negara adidaya ini, sebelumnya memang
terlibat perang dagang yang juga turut memberikan
pengaruh terhadap stabiltas ekonomi internasional.
Sikap agresifitas Amerika-China dapat memerumit
suasana dunia ditengah menghadapi badai pandemi
COVID-19. Ekskalasi keduanya tentu akan berdampak
besar pada konstelasi politik global apabila kedua negara
tidak dapat melakukan rekonsiliasi terhadap pola interaksi
mereka saat ini.
mereka saat ini.
menerut bergulit. Sikap Amerika Serikat yang akhirnya
memilih untuk berhenti dari keanggotaan WHO. Karena
WHO dianggap tidak berhasil dalam menangani COVID-
19 dan cenderung pro China ditengah posisi Amerika
Serikat yang menyudutkan China di forum-forum
internasional, termasuk di PPB.
Babak baru keputusan Amerika Serikat untuk henkang
dari WHO, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap
keberadaan dan eksistensi WHO, pasalnya selama ini
Amerika Serikat sebagi negara pemasok dana terbesar di
organisasi kesehatan dunia ini. Amerika Serikat telah
menyumbangkan 22 persen dari total kontribusi yang
WHO dapatkan dari negara-negara anggotanya. Hal ini
juga tentunya akan semakin mempersulit WHO dalam
memperjuangkan kesehatan global serta ditengah
upayanya dalam menangani pandemi COVID-19.
Sementara itu, China di tengah tudingan publik, China
berupaya telah melakukan upaya-upaya strategis guna
menuai kepercayaan dari negara-negara. Aktivitas
ekspor masker dan alat pelindung diri digencarkan serta
bantuan obat-obatan terhadap beberapa negara sebagai
upaya ofensif yang memerlihatkan China sebagai
negara yang pro aktif dalam memerangi COVID-19 dan
menunjukkan sistem pemerintahan yang lebih tangguh
dalam penanggulangan pandemi ini. Upaya diplomasi
China menjelma menjadi instrumen baru kebijakan luar
negeri China dalam politik global.
Amerika dan China memang dalam posisi yang
dominan pada tatanan global saat ini. sehingga segala
aktivitas, tindakan, serta keputusan-keputusan yang
diambil akan juga turut berpengaruh terhadap sistem
kelola internasional. Termasuk dalam rana ekonomi
politik global. Pandemi COVID-19 telah menghasilkan
tekanan ekonomi politik dan menyebabkan negara-
negara saling ketergantungan. Namun AS-China sebagai
negara dengan ekonomi tinggi tak dapat memberi
harapan atas upaya pemulihan ekonomi politik dunia
akibat ekskalasi yang mewarnai di tengah pandemi.
Arah baru akibat konstelasi yang terjadi antara AS-
China, telah mengarah pada hal yang lebih ekstrem.
Seperti yang kita ketahui baru-baru ini, China kokoh
melakukan agresifitas di kawasan Laut China Selatan.
Aktivitas tersebut telah mengundang Amerika Serikat
untuk juga terlibat di dalamnya. Agresifitas yang
dilakukan China dianggap AS telah memperkeruh situasi
dunia di tengah pandemi.
Amerika tidak main-main juga telah ikut andil dalam
konflik ini. Baru-baru ini militer Amerika Serikat juga
telah beroperasi di Laut China Selatan. Alih-alih
melakukan kontrol dan patroli, AS justru mendapat
kecaman keras dari China untuk tidak ikut campur
dalam masalah ini. Ketegangan dan insiden ini, telah
menyorot dunia ditengah hadapi pandemi. Hal ini
ditakutkan dapat menambah kerincuhan dan
mendorong ekskalasi pada skala yang lebih besar.
Mengecam Krisis Politik Gobal
Situasi politik yang tidak menentu di tengah pandemi
ini akan sangat berdampak terhadap segala aspek
kehidupan dunia, misalnya kondisi sosial dan ekonomi.
Dampak nyata saat ini setidaknya dapat dilihat dari
bagaimana langkah-langkah dan upaya berbagai negara
dalam mempertahankan stabilitas domestik.
Cepatnya arus pandemi ini, mendorong serta
memaksakan berbagai negara, institusi, maupun
organisasi-organisasi internasional untuk gerak cepat
dan bekerjasama. Berbagai negara mengganggap bahwa
perang melawan pandemi adalah perang global.
Aspek ekonomi adalah hal yang paling dirasakan oleh
negara-negara. Pandemi ini faktanya telah merombak
kondisi ekonomi global dan nyaris diambang krisis.
Namun pada saat bersamaan kondisi domestik suatu
negara berada pada fase dimana kepentingan nasional
adalah hal yang mendesak harus diatasi. Pasalnya
keterbatasan menyebabkan beberapa negara-negara
menyetop aktivitas ekonomi internasional.
Para pemimpin politik di dunia akan mengambil
langkah yang lebih isolasionis dan lebih disiplin dalam
berhubungan dengan negara lain. Sehingga akan sulit
untuk membayangkan dunia akan kembali kepada ide
integrase ekonomi global yang sebelumnya digagas oleh
negara-negara di dunia.
Imbasnya, ketergantungan negara satu ke negara lain
mengalami peningkatan. Negara-negara saling berupaya
untuk memperoleh bantuan internasional. Namun
kondisi krisis mengakibatkan aktor bantuan
internasioanl semakin membatasi kapasitas bantuannya.
Di sisi lain, tak jarang masalah ini diseret pada peran
aktivitas politik internasional. Negara yang mampu
mendorong tatanan global telah didominasi kekuatan
negara besar yang saat tengah berada pada kondisi
konflik kepentingan. Misalnya perang dagang yang
terjadi antara AS-China.
Instabilitas yang terjadi di tengah pandemi ini, juga
telah memicuh krisis kepercayaan domestik. Krisis
kepercayaan terjadi antara rakyat dan pemerintah.
Langkah dan Kebijakan pemerintah suatu negara saat ini
menjadi tolak ukur rakyat atas keberhasilan negaranya
hadapi pandemi. Misalnya, hal ini terjadi di Indonesia,
Sebagian menilai kebijakan new normal di tengah rekor
positif COVID-19 yang tinggi, di nilai pemerintah gagal
hadapi pandemi.
Kesimpulan
Konsistensi politik internasional memang telah
mengalami pergeseran. Kecenderungan akan terjadi
dalam jangka panjang, sistem internasional akan manjadi
pertarungan antar negara. Asumsi bahwa pandemi
merupakan suatu instrumen soft war yang mematikan di
abad ini juga mulai terlihat. Namun tidak ada yang bisa
memungkiri babak akhir pandemi ini. Setidaknya dapat
kita lihat bagaimana saat ini, tatanan politik global
menjadi hal yang dapat dirasakan dampaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar